BRAND - COPYRIGHT - PATENT - INDUSTRIAL DESIGN - TRADE SECRET GEOGRAPHICAL INDICATIONS - THE LAYOUT of THE DESIGN of an INTEGRATED CIRCUIT - PROTECTION VARIETIES of PLANTS

Informasi HAKI/IPRs

www.dgip.go.id
PENTINGNYA PENDAFTARAN MEREK BAGI
USAHA MICRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

Perlindungan Merek di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Didalam Undang-Undang Merek pada pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 

Didalam undang-undang merek, merek dibedakan menjadi dua macam yaitu merek dagang dan merek jasa. Adapun pengertian kedua jenis merek tersebut adalah :

- Merek Dagang 

Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. 

- Merek Jasa 

Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. 

Pada pasal 3 Undang-Undang Merek disebutkan bahwa Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Didalam pasal ini dijelaskan bahwa Sistem pendaftaran Merek yang dipakai di Indonesia adalah sistem konstitutif (aktif) sehingga pemilik merek terdaftar adalah sebagai pemegang hak merek (Hadi P, 2013). 

Sistem konstitutif dikenal dengan istilah sistem “First to File” (Evelina S, 2013). Didalam sistem konstitutif pendaftaran merek merupakan sebuah keharusan agar pemilik merek dapat memperoleh hak atas mereknya. Di dalam sistem ini negara Indonesia pasti akan menjamin perlindungan merek yang telah terdaftar di dalam daftar umum merek. Sistem konstitutif ini pada dasarnya akan mendorong setiap pemilik usaha agar secara aktif mendaftarkan merek dagang dan jasanya ke Kantor HKI. Oleh karena itu, kesadaran untuk mendaftarkan merek para pengusaha Indonesia khususnya pelaku usaha UMKM perlu terus menerus disosialisasikan. Hal ini penting agar kiranya para pemilik merek bisa melindungi mereknya dari pembajakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan pemilik merek pun bisa membesarkan mereknya sehingga bisa memperluas pasar baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 

Selama ini, para pengusaha UMKM lebih mementingkan berjualan terlebih dahulu dari pada mendaftarkan merek barang dan jasanya. Padahal, pendaftaran perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya di bidang merek sangatlah penting (Tris Bintoro, 2013). 

Masih rendahnya kesadaran para pengusaha UMKM untuk mendaftarkan merek dagang dan jasanya ini sangat disayangkan sekali, karena pada akhirnya produk-produk usaha UMKM ini seringkali dijual tanpa merek dan produknya diperjualbelikan kembali dengan menggunakan merek dagang dan jasa pihak ke tiga. Hal ini tentu sangat merugikan bagi para pengusaha UMKM itu sendiri karena mereka tidak mendapatkan nilai tambah dari produk dan jasa yang mereka perjualbelikan.

KEUNTUNGAN MEREK KOLEKTIF UNTUK
USAHA MICRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

Ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak atas merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus dikeluarkan juga ditanggung bersama. Adapun merek yang dimohonkan tersebut adalah merek kolektif. Merek kolektif di dalam Pasal 1 angka 4 dinyatakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. 

Melihat pada pengertian merek kolektif ini tegaslah bahwa merek kolektif pada dasarnya dapat berupa merek barang, merek jasa atau merek barang dan/atau jasa. Kemudian suatu merek dapat dijadikan merek kolektif apabila memenuhi persyaratan, dimana produk barang dan/atau jasa yang diberikan merek tersebut memiliki karakteristik yang sama. Untuk mendapatkan hak atas merek kolektif, sehingga memperoleh hak eksklusif proses dan prosedurnya sama dengan jenis merek dagang atau jasa yakni melalui pendaftaran. 

Dari hal demikian, dapat dikemukakan bahwa harapan dari bapak suharto dengan teman-temannya untuk memiliki merek yang dapat digunakan secara bersama-sama sangat dimungkinkan. Kemungkinan ini tentunya dapat berakibat juga pada murahnya biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak atas merek tadi, dimana para pemohon merek kolektif dapat saling berbagi biaya untuk mengajukan permohonan merek kolektif tersebut. 

Bila dikaitkan dengan usaha kecil dan menengah pengakuan terhadap merek kolektif di dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sebenarnya memiliki arti yang sangat strategis mengingat umumnya usaha kecil dan menengah ini dalam hal pengurusan merek yang menjadi beban utama adalah biaya dari permohonan merek, ketika mereka menghendaki merek mereka dilindungi secara hukum. Sederhananya, merek kolektif dapat dijadikan jawaban alternatif dalam melindungi merek usaha kecil dan menengah.


Sumber : 
1. Hadi Purwandoko. 2013. “Problematika Perlindungan Merek di Indonesia” 
2. Evelina Sitorus. 2013. “Sekali Lagi Tentang Sistem First to File dalam Merek”. Media HKI.
3. www.dgip.go.id